Minggu, 22 Mei 2011

Hikmat Allah dan Hikmat Manusia (1 Korintus 1:18-25)


Dalam perikop ayat Alkitab yang kita baca ini, terlihat Paulus seperti orang yang sedang marah. Ia memakai kalimat keras dan pedas. Dia mengatakan "kebodohan pemberitaan Injil." Mengapa? Kalimat ini menggambarkan bagaimana sebenarnya banyak sekali orang yang berpikiran seperti yang disebutkan Paulus seperti itu.Yaitu menganggap berita Injil sebagai suatu kebodohan. Apalagi mengenai Yesus Kristus yang mati di kayu salib. Kalau kita melihat di berbagai situs dari orang-orang tertentu, komentar mereka tentang penyaliban Yesus adalah suatu hal yang menggelikan. Suatu hal yang mengada-ada, suatu pembohongan dan lain sebagainya. Alasannya adalah :"Mana mungkin Tuhan Allah bisa disalibkan selayaknya manusia berdosa?" Allah tidak mungkin bisa melakukan hal-hal kenajisan seperti itu....

      Memang secara logis, bagaimana mungkin seorang yang sudah mendekati kematian di kayu salib dapat menjadi orang yang menyelamatkan orang lain. Makanya ada suara-suara dari bawah kayu salib ketika Yesus disalib yang mengatakan : "Kalau memang Dia Raja Israel, suruhlah Dia turun agar kami dapat percaya." (Maitus 27:42). Apalagi salib pada saat kerajaan Romawi merupakan hukuman paling keji yang ditujukan pada para penjahat kelas kakap seperti penghianat negara, seorang pembunuh, dll.Orang terhukum, tak berdaya, dan akan mati, mungkinkah dapat menyelamatkan orang lain? Ini adalah inti pemikiran manusia.
     Hal inilah yang menjadi bukti bahwa logika manusia atau hikmat manusia menjadi sangat berbanding terbalik dengan hikmat Allah. Manusia tidak akan mungkin dapat mengikuti, menalar dan menebak hikmat Allah. Seperti yang saya kutip dari pernyatan Stephen Hawking seorang ilmuwan yang diakuioleh dunia yaitu : "Pada dasarnya surga dan kehidupan setelah kematian merupakan karangan bohong dari orang-orang yang sebenarnya takut mati." Ia menambahkan bahwa teorinya mengenai alam semesta dibuat tanpa campur tangan Tuhan semakin kuat. "Alam semesta sudah ada sejak dulu dan berjalan dengan sendirinya." Seperti inilah hikmat manusia ketika mencoba menelaah semua ciptaan Allah yang dapat terlihat oleh manusia. Kemampuan manusia tetap ada batasnya untuk menelaah semua perbuatan Tuhan. Ibarat satu tetes air dibanding dengan lautan yang begitu luas.

     Allah telah berencana membuat tindak penyelamatan yang luar biasa dan tidak masuk akal manusia. Ia dari semula sudah merencanakan penyelamatan lewat pengorbanan Anak-Nya. Pengorbanan yang seharusnya dilakuikan oleh manusia, tetapi karena tidak ada satupun manusia yang mampu melakukannya. Karena syaratnya tidak akan diterima oleh Allah, yaitu korbannya harus suci, dan kudus. Sementara semua manusia sudah jatuh dalam dosa.Allah berdasarkan kasih, keadilan dan hikmat-Nya mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk menjadi Manusia menggantikan manusia yang sudah tidak punya kemampuan, harapan, dan yang selalu bertentangan dengan Allah.

     Untuk inilah , kita harus belajar berdasarkan hikmat Allah. Artinya kita harus hidup sesuai dengan tuntunan hikmat Allah. Hikmat Allah yang sebagian sudah tertulis dalam Alkitab, itulah yang menjadi pedoman nyata bagi kita untuk berjalan sesuai pimpinan-Nya. Kita harus hidupi firman tersebut agar kita diberikan pengertian. Seperti yang dikatakan St.Agustinus : percaya dulu baru mengerti."  Jangan dibalik, mengerti dulu baru percaya. Seperti yang terjadi pada Thomas. Dia harus menyentuh bekas luka pada tubuh Yesus agar ia dipuaskan. Maka Tuhan Yesus berkata :"Berbahagialah orang yang percaya tanpa melihat." (Yohanes20:29).  Jadi, hanya melalui pengandalan hikmat Allah, kita menjadi selamat. Hendaklah kita meminta hikmat Allah agar hidup kita berkenan pada Allah.

Jumat, 13 Mei 2011

Perutku, Perutmu


               Dalam pelaksanaan pemilu legislatif lalu sampai jelang pemilu presiden beberapa tahun yang lalu, salah satu sorotan masyarakat adalah mencari calon legislatif serta calon presiden yang paling kredibel. Kredibilitas merupakan aspek penting menjadi pertimbangan masyarakat sebelum mencontreng pilihannya. Banyak masyarakat yang semakin sadar, jika tak hati-hati dalam memilih, maka orang-orang yang menjabat bukan orang yang memperjuangkan kepentingan masyarakat. Orang-orang tersebut lebih mementingkan perut mereka. Seperti tikus-tikus yang selalu mencuri makanan dan menggerogoti sampai habis demi perutnya. Indikasi caleg bermental “tikus” sebenarnya dapat terbaca dari cara mereka berkampanye sampai menjelang hari “H” yaitu hari pemilihan.

Biasanya, para caleg bermental “tikus” itu akan tebar pesona dengan cara politik perut alias politik uang. Mereka akan memberi uang ataupun benda lain kepada masyarakat agar mereka dipilih. Jika caleg bermental “tikus” tersebut sudah menabur sekian banyak uang sebelum terpilih, dapat dibayangkan setelah menjabat, mereka akan berusaha semaksimal mungkin agar modal yang telah dikeluarkan sebelumnya dapat kembali. Namun, karena terasa nikmat, mereka akan mengadakan konglomerasi alias penimbunan kekayaan buat diri sendiri. Dan itu sudah terbukti sekarang ini. Banyak sekali permasalahan seperti korupsi, kecurangan muncul dari berbagai pejabat, politikus atau wakil rakyat.

Penulis menengarai, jika seorang caleg yang memang bermental “tikus” menjelang hari “H” akan mulas perutnya. Hal itu disebabkan karena tekanan mental yang cukup tinggi alias stress. Karena ketika stress muncul, maka lambung manusia mengeluarkan banyak asam lambung dan efeknya adalah timbulnya tukak lambung. Tentunya bukan hanya si caleg yang mulas perutnya. Bahkan para konstituen alias pemilih dapat mulas juga. Entah itu karena masuk angin, sembelit atau konstipasi, diare atau keluhan pencernaan lainnya. Bagi wanita, mulas dapat menjadi pertanda gejala menstruasi atau kehamilan.

Urusan tentang perut memang bukan sesuatu yang sederhana. Masih banyak diantara masyarakat kita setiap hari perutnya bernyanyi atau bersuara. Perut bernyanyi alias keroncongan karena belum diisi apapun. Penyebabnya adalah ketidakmampuan mereka untuk mendapatkan uang dari bekerja. Di kota-kota besar seperti Jakarta, kondisi inilah yang menjadi salah satu penyebab naiknya tingkat kriminalitas. Banyak pelaku kejahatan ketika tertangkap beralasan berbuat jahat akibat tidak punya pekerjaan dan kelaparan. Tentu perut bernyanyi seperti di atas berbeda dengan ventriloquisme yaitu ketrampilan berbicara dari perut. Ketrampilan ini dapat menjadi seni yang menghibur seperti boneka Apit yang dapat bicara lewat ketrampilan Anne Kartawijaya.  Jadi perut bukan hanya seputar  urusan lapar dan kenyang saja.

                Seorang teman suka sekali berolahraga di fitness centre.  Karena ia ingin punya perut yang kecil. Dia malu mempunyai perut yang buncit. Sehingga ia berusaha untuk membuat perutnya yang bulat itu menjadi perut dengan 6 tonjolan otot di perutnya (six packs). Teman itu merupakan bagian dari sekian banyak orang yang punya hobi yang sama. Sampai-sampai mereka sanggup menghabiskan waktu sekian jam sehabis pulang kerja. Tanpa sadar mereka lama kelamaan kehilangan  waktu untuk berkumpul dengan keluarga masing-masing. Ini menjadi mode atau tren zaman yang seakan-akan kembali ke zaman renaissance yaitu zaman yang memuja tubuh laki-laki yang berotot atau tubuh yang langsing bagi wanita.  Tentu sikap mereka berbeda dengan sikap atau gaya hidup sebagian orang di era post modern ini. Yaitu sikap yang tidak perduli dengan adanya bahaya dalam perut yang membuncit. Sikap yang mendorong orang untuk tidak lagi mengontrol nafsu makan dan minumnya sehingga kelewatan batas. Semua makanan dan minuman yang memuaskan selera, tanpa melihat apakah makanan dan minuman tersebut dapat mengganggu kesehatannya atau tidak. Hal tersebut dapat dianalogikan dengan salah satu tokoh pewayangan yaitu Kumbakarna. Yaitu satu tokoh yang hidupnya hanya berfokus pada kenikmatan makan dan minum saja tanpa mau perduli dengan orang lain. Mungkin tujuan hidupnya adalah untuk memuaskan kesenangan fisiknya saja.    

        Berkaca dari kenyataan di atas, tanpa sadar manusia sering masuk ke dalam sistem yang terbalik. Suatu hal yang tidak mutlak dijadikan mutlak. Seperti kondisi negri kita yang semakin parah akibat para pejabat bukannya memikirkan kepentingan rakyat, tetapi malah memikirkan kepentingan diri sendiri maupun golongannya saja. Sehingga menimbulkan banyak kekacauan di hampir setiap aspek kehidupan bernegara ini. Misalnya saja: negara kita yang dari dulu dikenal sebagai negara gemah ripah loh jinawi, malah sekarang sudah mulai di berbagai tempat terjadi kelaparan. Masyarakat Indonesia yang dulunya dikenal sebagai masyarakat ramah, bersifat terbuka, saling menghargai. Tetapi saat ini, betapa seringnya kita mendengar antara kelompok masyarakat yang satu telah saling membantai terhadap kelompok masyarakat lainnya.  Belum lagi tingkah laku aneh dari para pejabat, para wakil rakyat. Mereka sudah tahu kalau negara kita ini semakin lama semakin dibebani oleh hutang luar negri yang semakin menumpuk. Tetapi malah mereka yang paling sering “membuang” uang rakyat untuk hal yang terkesan dibuat-buat. Seperti pembangunan gedung wakil rakyat yang baru dengan 36 tingkat  yang akan menghabiskan dana Rp.1.3 triliun.

     Dari ribuan tahun yang lalu, untuk urusan perut, Alkitab sudah menceritakan tentang hal tersebut. Paulus dalam kitab 1 Korintus 6:13 mengatakan bahwa makanan adalah untuk perut dan perut untuk makanan. Dalam ayat ini Paulus mau menjelaskan makanan dan perut bagi dirinya merupakan hal duniawi karena pada akhirnya akan dibinasakan Tuhan.  Dan  bukan makanan atau perut yang menentukan seseorang itu berkenan pada Allah. Tuhan Yesus menjelaskan dalam Markus 7:19 kalau hal yang menajiskan manusia bukanlah sesuatu yang berupa makanan. Karena sesudah di proses dalam perut, ampas makanan itu akhirnya dibuang dalam jamban. Jadi, baik Tuhan Yesus dan Paulus menegaskan tidak ada jenis makanan yang dapat membawa manusia itu menjadi berdosa kepada Allah (masalah haram dan halal). Seseorang tidak dapat dikatakan lebih suci, lebih baik, lebih rohani jika ia berpantang makanan tertentu dibandingkan orang lain yang tidak punya pantangan makanan. Hanya saja, berpantang makanan itu lebih kepada kegunaan bagi kesehatan seseorang saja. Misalnya, seseorang yang sudah kena penyakit asam urat tentu harus berpantang makan kacang-kacangan.

      Alkitab juga menceritakan bagaimana masalah perut tetap menjadi perhatian Allah bagi manusia. Dari sejak dunia diciptakan, terlihat dalam Kejadian 2:16 Tuhan menciptakan segala jenis pohon yang berbuah agar dapat menjadi sumber makanan bagi Adam. Walau demikian, Allah pun memberikan larangan bagi Adam untuk memakan buah dari phon pengetahuan yang ada di taman Eden itu. Campur tangan Tuhan terus ditunjukkan terhadap kebutuhan perut umat-Nya. Ketika suatu saat kelaparan melanda seluruh dunia, Tuhan mengutus Yusuf anak Yakub untuk menjadi pendahulu di negri Mesir sebagai orang kedua Firaun supaya dapat memelihara cikal bakal bangsa Israel supaya tidak mengalami kepunahan (Kejadian 45:7). Lalu ketika bangsa Israel keluar dari tanah Mesir menuju tanah perjanjian, Allah menganugerahkan kepada mereka makanan yang turun dari langit yang disebut manna. Lewat kejadian tersebut, Allah menunjukkan bahwa diri-Nya memperhatikan umat-Nya agar tidak kelaparan. Allah perduli terhadap kebutuhan perut umat-Nya.

         Namun, sering kali kepedulian Allah terhadap kebutuhan perut umat-Nya disalahgunakan oleh manusia tersebut. Seperti yang tercatat dalam Roma 16:18 akan muncul orang-orang yang hidupnya hanya untuk melayani perut. Justru apa yang mereka lakukan dengan segala perkataan mereka terhadap orang lain semata-mata bertujuan untuk memberi keuntungan pribadi bagi mereka. Sehingga tidak salah jika Paulus mengatakan orang-orang seperti sudah memutlakkan yang tidak mutlak karena mereka sudah menjadikan perut mereka sebagai Tuhan (Filipi 3:19 :“Kesudahan mereka ialah kebinasaan, Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi”). Terbayangkan jika Allah Zebaoth digantikan kedudukannya dengan perut, betapa kacaunya hidup manusia seperti itu. Penyembahan mereka tujukan hanya kepada diri mereka sendiri. Pemuasan nafsu dan mencari kenikmatan adalah tujuan utama dari hidup mereka. Sehingga kerakusan, keserakahan semuanya menjadi keseharian dalam kehidupan orang-orang itu. Termasuk di dalamnya sikap makan dan minum yang tidak lagi memperhatikan kesehatan. Mereka makan dan minum seakan tidak ada lagi hari esok untuk dapat menikmati makan dan minum yang ada. Prinsipnya adalah : “Yang penting nikmat dan menikmati hidup.” Orang-orang seperti itu telah menggantikan sesuatu yang tidak penting menjadi yang utama.

      Inilah yang disebut Paulus (Filipi 3:19) sebagai keaiban bagi orang-orang yang mempunyai prilaku seperti di atas. Mereka tanpa sadar telah menjadikan keaiban sebagai sesuatu yang mulia bagi hidup mereka. Mereka bangga melakukan hal itu dan mengganggap perlakuan tersebut sudah hal yang berkenan pada Tuhan. Sehingga perlakuan tersebut semakin menunjukkan bahwa pikiran mereka semata-mata hanya pada perkara duniawi. Dan hal ini banyak terjadi pada masa sekarang ini. Bahkan terjadi dalam konteks kumpulan orang-orang percaya. Misalnya : dalam gereja ada orang-orang tertentu kelihatan begitu bergairah ketika ia mendapat kedudukan di organisasi gereja, entah itu sebagai pengerja, atau pengurus. Lalu akhirnya terlihatlah belang orang-orang seperti itu. Ada yang mau menjadi pengerja gereja untuk mendapatkan nama di antara orang-orang sekitarnya. Mau menunjukkan bahwa dirinya diperkenan Tuhan dan mau digolongkan seperti orang saleh. Tetapi ternyata di dalam setiap kebaktian, dirinya sering kedapatan tidur. Dan apabila ditegor, maka orang itu akan balik menyerang dengan mengatakan bahwa dalam gereja tidak boleh ada tegoran karena tegoran itu bertentangan dengan kasih dan kasih yang harus diutamakan dalam gereja.  

     Sebab itu, tindakan orang-orang seperti itu hanya ingin mereduksi sosok Allah yang transenden sekaligus imanan menjadi Allah yang imanensaja. Lalu disaring dengan keinginan serta dibentuk lewat pemikiran sendiri. Alhasil, terciptalah ilah buatan sendiri yaitu ego mereka yang dipatok berdasarkan kepuasan sendiri. Ia menciptakan allah berdasarkan pengetahuan dan perasaan pancaindera saja. Hal itu tentu sama saja dengan membuat sebuah patung berhala untuk disembah. Mereka menyebut diri orang Kristen, tetapi mereka menyangkal pengajaran Kristen yang sebenarnya.Semuanya menjadi terbalik-balik. Karena itu, sepantasnya kesudahan mereka adalah kebinasaan (apōleia). Kata ini terkadang dipakai untuk suatu daerah, kota atau negara yang telah hancur lebur oleh kekuatan pasukan musuh. Dan dalam Alkitab, kata ini sering diartikan sebagai kebinasaan kekal.

      Terkait dengan hal di atas, saya pernah bertemu dengan beberapa orang yang setiap kali bertemu sangat senang membicarakan orang lain. Tidak perduli apakah orang itu temannya, atau satu lingkungan tempat tinggal dengannya, atau bahkan hamba Tuhan yang melayani di gereja tempat mereka beribadah. Ada saja memang hal yang mereka bicarakan, tapi inti dari minat pembicaraan di antara mereka adalah ingin mencari-cari kesalahan orang lain. Pada satu kesempatan bersama dengan orang-orang seperti itu, saya mengajukan satu pertanyaan kepada mereka. “Berapa jam lamanya saudara-saudara dapat membicarakan orang lain? Dan coba bandingkan, berapa jam lamanya saudara-saudara dapat bertahan untuk membicarakan firman Tuhan?” Saya tidak tahu bagaimana selanjutnya orang-orang tersebut apakah sudah bertobat atau belum. Tapi, saat itu saya benar-benar seperti berada di tengah-tengah kumpulan para pencemooh. Inilah contoh orang-orang yang pikirannya dipenuhi dengan hal-hal duniawi sehingga mereka suka hidup dengan bercampur perkara dosa.  

Dapat kita bayangkan apa yang akan terjadi bila orang-orang yang bertuhankan perut dan mengutamakan perut menjadi orang-orang yang mengurus negara ini. Atau juga mengurus gereja dan komunitas Kristen. Inilah sebabnya, banyak perkara yang muncul di negara kita yang bersumber dari para pejabat, wakil rakyat itu sendiri. Mereka mengenyangkan perut sendiri tapi membiarkan perut masyarakat yang seharusnya mereka layani, mereka wakili menjadi kelaparan. Dan kita juga mengetahui bagaimana kondisi terancam rusak ataupun bubar akibat ulah orang-orang tipe seperti di atas. Kita menyadari ada satu gereja yang cukup besar di Indonesia yang mengalami pepercahan selama beberapa waktu akibat perilaku kelompok dalam gereja itu yang bertingkah laku seenak perutnya.
Puji Tuhan, beberapa tahun yang lalu, antara kedua kelompok yang bertikai sudah terjadi rekonsiliasi. Namun, luka-luka batin yang terjadi antar pribadi masih perlu mendapat perawatan secara mental maupun secara rohani. 

Jika manusia selalu menuruti keinginannya sendiri tanpa melakukan penyaringan dan pemikiran yang berlandaskan takut akan Tuhan, maka terjadilah manusia-manusia yang memuja dan melayani perutnya. Mereka lupa kalau perut itu untuk makanan, sementara itu manusia adalah untuk Tuhan karena kita adalah milik Tuhan. Artinya, Tuhan akan memberikan berkat kepada setiap umat-Nya yang bekerja dengan wajar. Sementara itu, umat-Nya harus tetap melakukan segala firman Tuhan dalam hidupnya. Jangan sampai umat-Nya menjadi takut untuk tidak mendapatkan rezeki yang cukup untuk memenuhi kebutuhan harian dan kebutuhan dasar (mengenyangkan perut). Ketakutan tersebut menimbulkan suatu tindakan perjuangan yang lama kelamaan membuat orang itu melupakan Tuhan, tetapi malah menuhankan perutnya. Maka dengan tegas Tuhan Yesus mengatakan dalam Matius 6:33 “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Sorga dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.”

Berbagai hal yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia maupun dalam komunitas Kristen terkadang membuat kita tercengang. Betapa jahatnya perilaku orang-orang yang sudah menuhankan perut dan hidup hanya untuk melayani perutnya. Terkadang penulis terpikir, pantas saja ada hukuman yang Tuhan berikan kepada umat Israel yang telah berlaku serong dengan mengempiskan paha dan menggembungkan perutnya (Bilangan 5:21-22. Catatan : mungkin gembung seperti orang busung lapar). Atau seperti Yunus harus mendekam dalam perut ikan selama 3 hari agar ia menyadari bahwa hidupnya sedang melaksanakan tugas Tuhan. Dan Yunus pun belajar kalau hidupnya itu dibawah pengaturan Allah.

Untuk itu menjadi hal yang penting bagi kita ingat, bahwa Tuhan itu selalu memperhatikan kebutuhan dasar dari setiap umat-Nya. Ia mengatakan hal itu dengan tegas supaya kita sebagai orang percaya tidak perlu khawatir terhadap apa yang hendak kita makan dan minum, serta apa yang akan kita pakai (Matius 6:25). Semua kebutuhan itu pasti Tuhan penuhi. Karena kebutuhan puncak kita saja yaitu keselamatan untuk masuk ke dalam sorga, Ia penuhi. Dan pemenuhan itu melalui satu pengorbanan dari Anak-Nya sendiri. Suatu pengorbanan yang tidak main-main. Pengorbanan yang merupakan tuntutan dari kasih dan keadilan Tuhan pada kita manusia yang berdosa ini. Kondisi itu menegaskan tulisan dalam Roma 8:32 yang berkata bagaimana mungkin Allah tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada umat-Nya, sedangkan Anak-Nya saja sudah diserahkan untuk menyelamatkan kita?  Dengan demikian, untuk urusan perut pun, mulai sekarang kita harus benar-benar bergantung pada Tuhan. Kitapun harus mengucap syukur untuk semua pemberian Tuhan pada diri kita. Kita bekerja dengan fokus yaitu untuk memuliakan nama Tuhan. Sehingga tujuan bekerja tidak bergeser kepada pemuasan hawa nafsu, penumpukan terhadap kekayaan dan akhirnya menuhankan perut. Dari berkat yang kita terima dari Tuhan lewat pekerjaan kita, sekarang dapat kita berikan sebagian kepada orang yang memerlukan, orang yang kelaparan, orang yang miskin. Kehidupan kita menjadi kehidupan yang berpusat pada keinginan untuk menyenangkan hati Tuhan. Kita tidak lagi berprilaku seenak perut kita. Sehingga hidup kita menjadi hidup yang berarti dan penuh harapan, bukan seperti Yudas karena putus harapan mati dengan perut terbelah. Soli Deo Gloria

Senin, 09 Mei 2011

Pengharapan seperti Sauh yang kuat (Ibrani 6:13-19)



Prolog :
          Pernahkah kita mendengar seseorang yang bernama William Cutts? Cerita tentang William merupakan satu cerita yang dapat menjadi inspirasi bagi banyak orang. Pada waktu kelahirannya, ayah William sudah diberitahu dokter kalau ada masalah yang cukup sulit untuk ditangani. Sebab itu, dokter meminta keputusan dari ayah William untuk menandatangani surat pernyataan tentang persalinan yang sedang berlangsung. Dengan gemetaran, menangis, setelah berdoa, ayah William memang menandatangani surat itu. Tapi sesudah ia menandatangani surat itu, ia berpesan kepada suster dan dokter yang ada agar istri dan anaknya dapat diselamatkan. “Karena saya melihat harapan,” ujar ayah William. 

          Di ruang persalinan memang terjadi proses yang sulit. Dokter juga berusaha keras untuk mengeluarkan bayi dari kandungan dengan selamat. Namun, ketika kepala bayi akan dikeluarkan, bola mata si bayi keluar dari tempatnya dan menggantung pada ototnya. Lalu ketika berusaha mengeluarkan seluruh tubuh dari rahim ibunya, terdengar suara gemeretak tanda ada tulang-tulang dari sang bayi  yang patah. Akhirnya bayi tersebut berhasil dikeluarkan, tapi mirip seonggok daging yang utuh. Dan proses persalinan pun berhasil dituntaskan. Dokter menyuruh suster untuk membersihkan tubuh si bayi yang dianggap telah menjadi mayat sebelum menaruhnya ke kantong mayat. Ketika suster membersihkan tubuh si bayi itu, ia melihat jantung si bayi masih berdetak lemah. Lalu si bayi dibawa ke dalam ruangan khusus untuk dirawat lebih lanjut.

         Bayi yang dinamakan William Cutts tersebut bertumbuh mirip seperti monster hidup. Jika anak umur 11 tahun sudah bisa berjalan, tapi William Cutts masih belajar merangkak. Kepala kanannya agak besar, mata kanan rusak dan tidak bisa dipakai untuk melihat. Bahunya miring membuat dia ketika mampu berjalan seperti tiang yang hampir roboh. Dokter sudah memvonis bahwa William Cutts tidak akan seperti manusia normal karena otaknya tidak akan sanggup berkembang. Sehingga ia tidak mungkin dapat belajar seperti manusia normal.

          Namun, sudut pandang dokter itu berbeda dengan kedua orangtuanya. Mereka tetap melihat harapan. Dan mereka pun membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Dalam harapannya, orangtua William berkata seperti yang selalu diucapkannya dalam doa : “Kelak anakku akan dipakai Tuhan secara luar biasa, sebab aku yakin harapan itu ada.” Dan pada waktunya Tuhan, William Cutts bersimpuh di hadapan Tuhan ketika Tuhan memanggilnya menjadi utusan Tuhan. Ayat yang menjadi dasar panggilannya adalah 2 Korintus 12:9 “Justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Ayat itulah yang menjadi sumber pengharapannya. Dengan segala keterbatasannya, William Cutts maju untuk taat. Ia terus melangkah sampai ia mampu menyelesaikan sekolah theologi. Dan akhirnya ia menjadi utusan misi ke Irian Jaya. Segala harapan orangtua dan William, Tuhan telah menggenapinya. Tiap langkah pelayanan William, Tuhan meneguhkannya dengan muzizat-Nya. Ini menjadi satu peneguhan bagi setiap kita bahwa dengan harapan dan mempercayai harapan di dalam Yesus tidak akan pernah sia-sia.

Poin :

1.   Pengharapan yang berdasar janji dan sumpah Allah
Dalam perikop ini kita melihat bahwa Allah memberikan janji-Nya
kepada Abraham. Janji apa? Yaitu janji untuk memberikan Abraham keturunan yang banyaknya seperti bintang di langit. Namun, yang unik adalah janji Allah tersebut disertai dengan sumpah-Nya kepada Abraham. Mengapa demikian?  Ini perlu kita ketahui apa sebabnya orang bersumpah.  A. Untuk  menyampaikan bahwa dia serius dalam menyampaikan sesuatu. Dalam sumpah itu orang rela mempertaruhkan hidup dan moralnya demi menjamin yang disampaikannya adalah benar. B. Untuk menghentikan semua perdebatan yang tidak perlu. Karena apa yang disampaikannya bukan teori tetapi fakta.

      Dalam sumpah, orang melakukannya demi nama yang lebih besar dari dirinya. Karena sumpah adalah sesuatu yang serius, memerlukan seorang Pribadi yang lebih besar dari manusia untuk menjadi pengawas atau hakim  atas perkataannya. Makanya seorang bersumpah pasti di dalam nama Tuhan. Perikop yang kita baca ini, justru kita melihat Allah yang memulai bersumpah. Lalu demi nama siapa Dia bersumpah? Tentu demi nama-Nya sendiri, karena tidak ada oknum atau pribadi yang lebih besar dari Allah. Maka Allah yang tertinggi mempertaruhkan diri-Nya untuk berkata-kata kepada manusia, untuk berjanji kepada Abraham. Mengapa Allah bersumpah kepada Abraham? Karena Allah ingin menjadikan Abraham sebagai seorang yag beriman dengan sungguh-sungguh, agar dapat menjadi bapa orang beriman sepanjang zaman.

          Hal ini menjadi suatu pelajaran penting bagi kita. Bahwa pengharapan kita adalah pengharapan berdasar janji dan sumpah Tuhan. Artinya, kita menaruh diri kita, beriman kepada satu Pribadi yang dapat dipercaya. Allah adalah Pribadi yang patut dipercaya, karena Allah tidak pernah berdusta, mengingkari janji-Nya. Sebab diri Allah adalah sumber kebenaran itu, sehingga menjamin Pribadi yang kita imani adalah Pribadi yang Mahakuasa, tidak berubah, yang setia dan penuh kasih. Untuk itu, iman kita menjadi bernilai sebab  bukan karena berapa besar iman kita tetapi siapa obyek iman kita yaitu Allah yang Tak terbatas dan Mahakuasa. Sehingga tidak mungkin Allah akan tidak menepati janji-Nya sendiri.

Contoh :

    Coba kita bandingkan dengan sumpah yang dilakukan oleh banyak pejabat negara ini. Dari segala sumpah yang mereka perbuat, ternyata mereka sendiri tidak mampu untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab mereka sesuai dengan sumpahnya. Lihat saja, para anggota DPR yang pada awalnya selalu berjanji untuk membela kepentingan rakyat, menjadi penyambung aspirasi rakyat. Tetapi sekarang yang terlihat adalah betapa mereka kebanyakan adalah orang-orang yang melakukan telikung terhadap janji dan sumpah. Sehingga akhirnya mereka menjadi sasaran sumpah serapah dari rakyat sendiri.

    Inilah yang disebutkan dalam Yeremia 17:5 bahwa terkutuklah orang yang mengandalkan dan berpengharapan kepada manusia. Sebaliknya dalam Yeremia 17:7 orang-orang yang mengandalkan Tuhan dan menaruh harapannya adalah orang yang diberkati.

2.   Pengharapan juga membutuhkan kesabaran
Dalam menjalankan hidupnya berdasarkan pengharapan kepada Tuhan,
Abraham menjalankannya dengan kesabaran (ay.15). Dengan kesabaran itulah Abraham justru mendapatkan jawaban dari pengharapannya. Jadi, dalam berpengharapan harus terhadap aspek kesabaran. Tetapi ketika kita melihat Alkitab tentang hidup Abraham ada satu masa yang menunjukkan Abraham dilanda ketidak sabaran untuk menanti janji Allah tersebut. Abraham atas anjuran istrinya malah menikah dengan Hagar untuk memperoleh keturunan. Benarkah dengan menikah lagi Abraham mendapat harapan yang diberikan Tuhan kepadanya? Tuhan justru menegurnya, karena dengan sikap seperti itu, Abraham seakan mau mengatakan bahwa Allah tidak dapat dipercaya.

        Hal tersebut menunjukkan bagaimana kesabaran seseorang diuji dan ternyata ada saja hal yang membuat orangt tersebut jatuh. Dan kalau kita melihat, ternyata kesabaran merupakan salah satu dari buah Roh (Galatia 5:22). Berarti dalam berpengharapan agar mendapatkan kesabaran itu, seseorang haruslah membiarkan Roh Kudus secara leluasa bekerja dalam hidupnya. Dengan demikian, sedikit demi sedikit, kesabaran dalam hidup orang tersebut semakin besar dan menopang dirinya dalam berpengharapan.

        Penting untuk diperhatikan bahwa sabar adalah suatu hal yang penting dalam masalah iman bagi seseorang. Sabar menolong kita untuk menanti waktunya Tuhan dan tidak mengambil tindakan sendiri sesuai pemikiran sendiri. Kesabaran manusiawi adalah kesabaran yang berdasarkan kondisi, kesempatan, perhitungan. Misalnya : kita boleh saja mengatakan untuk mencari jodoh misalnya, kita sudah berdoa. Tetapi sepertinya jodoh yang tepat itu belum juga kita temukan. Sementara itu, desakan dari orangtua untuk segera menikah semakin sering. Sebab itu, kita lebih memilih seseorang lebih kepada “sesuai kriteria” belaka tanpa mengharapkan Tuhan untuk campur tangan.

         Kesabaran yang dari Tuhan adalah ibarat seorang ibu yang menuggu 9 bulan agar anaknya dilahirkan. Kesabaran itu membuat ulat yang jelek dan menakutkan tapi akhirnya membungkus diri dengan benangnya dalam bentuk kepompong dan akhirnya berubah menjadi kupu-kupu. Artinya kesabaran membuat sesuatu yang menakutkan, menekan, membuat penderitaan, membuat tangis akhirnya dibuat menjadi sesuatu yang indah, yang memuaskan.

Contoh :
       Saya pernah bertemu dengan seorang ibu yang pernah disiksa, ditinggal oleh suaminya karena pergi bersama wanita lain. Tapi ibu ini tetap bersabar dengan segala perlakuan itu. Karena ia mempunyai pengharapan dalam Tuhan, semuanya itu akan diselesaikan Tuhan sesuai dengan waktunya Tuhan. Benar, setelah berdoa tak kurang 17 tahun, suaminya bertobat. Puji Tuhan untuk kesabaran yang dianugerahkan-Nya kepada ibu itu.

3.   Pengharapan membawa kekuatan
      Penantian Abraham akan janji Tuhan memang tidak menjadi sia-sia. Karena Abraham dapat melihat dan menikmati janji tersebut di usia 99 tahun yaitu mendapat anak perjanjian dari Tuhan yaitu Ishak. Ia menamakan anak itu Ishak yang berarti tertawa. Mengapa? Karena ia menjadi seorang ayah pada saat usianya hampir mencapai 1 abad. Ini menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi iman Abraham. Dia belajar bahwa Allah yang dipercayanya bukanlah Allah yang pantas diragukan janji-Nya. Tapi Allah yang dipercayainya adalah Allah yang selalu menepati janji.
       Pembelajaran itu berbuahkan iman yang kokoh bagi Abraham. Kekokohan imannya ini terlihat ketika Abraham diminta Allah untuk memberikan persembahan kepada Allah yaitu anaknya sendiri. Anak yang sudah puluhan tahun dinantinya. Dalam Kejadian 22:1-19 memperlihatkan Abraham mampu mengikat anaknya itu diatas mezbah serta ia mengulurkan tangannya untuk mengambil pisau untuk menyembelih anaknya. Tetapi Allah mencegahnya karena Allah sudah mengetahui Abraham seorang yang takut Allah. Dan ia tidak segan-segan untuk menyerahkan anak perjanjian itu kembali kepada Allah.

      Tindakan tersebut adalah tindakan iman yang berdasarkan pengharapan akan Pribadi  Allah yang luar biasa. Pribadi yang tidak akan membiarkan Abraham kehilangan anaknya tanpa solusi yang benar. Pengharapan yang dimiliki Abraham kepada Allah adalah pengharapan yang memberi dia kekuatan untuk menjalankan hal-hal yang sangat sulit untuk ukuran orang biasa.

       Tahukah kita bahwa apa yang terjadi ketika beberapa tahun yang lalu ada gempa yang besar mengguncang negara Haiti? Gempa itu cukup merusak hampir seluruh ibukota dan beberapa daerah di negara kepulauan itu. Serta cukup banyak memakan korban jiwa. Pada semua daerah yang terkena bencana yang cukup berat di Haiti tim SAR melakukan pencarian korban. Setelah lewat dua minggu, tim SAR pesimis akan mendapatkan korban gempa yang masih hidup di bawah reruntuhan bangunan. Karena pertimbangannya, mana mungkin dalam kondisi terjepit, cidera dan tidak makan serta minum, seorang korban dapat bertahan hidup. Mereka ternyata keliru! Emmanuel Buteau ditemukan di bawah reruntuhan dalam keadaan hidup. Segera pemuda itu dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Setelah pulih, wartawan bertanya kepadanya: “Apa yang membuatmu bisa bertahan?” Ia menjawab: “Selama terjepit, saya terus berseru memohon pertolongan Tuhan. Pengharapan saya tidak menjadi sia-sia. Kuasa-Nya bekerja!”

     Inilah yang menjadi contoh bagi setiap kita, bahwa pengharapan itu dapat membawa kekuatan kepada seseorang untuk melewati berbagai hal sulit dalam hidupnya. Seperti yang pernah terjadi pada saya.

Ilustrasi :
Beberapa waktu yang lalu saya merasa sangat tertekan. Tekanan itu datang dari ladang pelayanan. Ada beberapa orang yang saya dengar memberi laporan kepada pihak majelis tentang hal-hal  yang tidak mempunyai kebenaran di dalamnya. Karena yang melapor beberapa orang, tentu majelis memberi tekanan bahwa laporan tersebut bersifat obyektif. Pihak majelis pun sudah ingin menjatuhkan sanksi kepada saya. Sebelum hal itu terjadi, pimpinan saya seorang hamba Tuhan pun hampir-hampir merasa saya di pihak yang salah. Akhirnya, ketika saya dimintai keterangan, saya membantah semua laporan yang masuk itu sebab semuanya salah. Menurut saya, laporan tersebut sudah menjurus kepada fitnah. Saya merasa terpukul. Mengapa ada orang-orang yang berkomplot untuk menjatuhkan saya di ladang pelayanan. Padahal saya sudah berusaha sekuat tenaga melakukan yang semampu saya. Menurut saya, apabila ada sekelompok orang sudah tidak menginginkan saya menggembalakan mereka, tidak perlu mereka memfitnah. Lebih baik mereka meminta langsung ke pusat untuk menggantikan saya.

     Beberapa waktu saya merasa sedih yang luar biasa. Mengapa ada orang yang kejam kepada saya, padahal saya tidak melakukan apapun yang jahat kepada mereka. Memang ada pertimbangan dalam hati saya, mungkin ini adalah tanda dari Tuhan bagi saya untuk mencari tempat pelayanan atau ladang yang baru. Saya ingat ketika kondisi batin saya tidak baik seperti itu, saya membaca satu renungan yang diambil dari Roma 12:12 yang mengatakan bahwa sebagai orang percaya, kita harus bersukacita dalam pengharapan, bersabar dalam kesesakan serta bertekun dalam doa. Saya pikir renungan yang saya baca hari itu bukanlah sesuatu kebetulan. Saya jadi teringat akan semua perbuatan Tuhan dalam hidup saya. Bagaimana pertolongan Tuhan itu datang pada hidup saya dalam jumlah yang tidak terhitung. Ia selalu menepati janji-Nya untuk menolong, membantu, mengarahkan saya. Hal-hal itu menegaskan kepada saya untuk tidak putus asa, lemah hati menghadapi masalah itu. Dan terus terang, saya seperti mendapat kekuatan dan keteguhan hati untuk menghadapi masalah tersebut. Saya mendapat ditenangkan bahwa Tuhan akan memberikan keadilan pada waktu-Nya.