Minggu, 26 Juni 2011

Beri Diri Jangan Simpan Racun

Mungkin tidak banyak orang yang mau menceritakan kegagalannya. Sebab kegagalan itu memahitkan hati dan pikiran. Kegagalan itu juga memalukan. Tentunya kegagalan tersebut mempunyai tingkatan masing-masing. Tingkatan itu terjadi karena terkait banyak aspek seperti berapa besar kekecewaan, kepedihan, dan harapan seseorang dalam satu peristiwa. Atau apabila hal tersebut menyangkut harga diri, melibatkan orang banyak seperti keluarga, rekan bahkan masyarakat di sekitar. Sehingga dapat dimengerti jika tingkat kegagalan seseorang yang sangat mencintai seorang kekasihnya berbeda dengan tingkat kegagalannya untuk mengejar kereta api yang akan ditumpanginya keluar kota. Tingkat kegagalan yang dialami seseorang yang bertanding dalam event internasional dengan tingkat kegagalan seseorang yang bertanding di tingkat RT sangat berbeda. Sehingga, semakin besar atau semakin tinggi tingkat kegagalan yang dialami seseorang, maka semakin besar kepahitan, kepedihan, kekecewaan, beratnya tekanan pada dirinya.

Tentunya kegagalan yang berdampak besar tidak ingin diingat-ingat oleh seseorang karena menyakitkan selain itu membuatnya malu. Karena kegagalan itu seperti catatan akan siapa diri kita sendiri. Catatan yang menunjukkan kelemahan, ketidakmampuan, kebodohan, kesialan, kepahitan, kekecewaan, dan lain-lain. Untuk itu, ibarat catatan rahasia yang tidak boleh diberitahu kepada siapapun juga, catatan itu harus disimpan jauh-jauh di tempat rahasia. Atau kalau perlu disimpan dalam tanah. Jangankan membicarakannya, untuk mengingatnya saja seperti sesuatu yang tidak ingin dilakukan.

Namun, ada juga orang yang tidak tahan untuk menahan kegagalan yang terjadi. Karena kegagalan itu dapat membuat hati ini terasa pahit, dada terasa sesak. Memperumit pikiran yang kesehariannya sudah rumit untuk memikirkan bagaimana cara untuk menjalankan hidup. Kegagalan itu membuat emosi dan jiwanya tidak stabil. Sehingga segala sesuatu dapat dilihat menjadi suram dan akhirnya gelap. Pada saat-saat seperti ini menjadi lahan yang subur bagi si iblis untuk memperkuat serangannya pada orang tersebut. Si iblis akan menampilkan berbagai bujukan yang membuat orang yang gagal itu seperti terpenjara dalam pikiran dan hati yang pahit.

Bila orang yang gagal tersebut sedang berada di tepi pijakan imannya, maka si iblis akan memberi kesan yang mendalam terhadap kegagalan yang sedang dialaminya. Iblis akan menampilkan hidup yang gagal itu adalah hidup tanpa harapan. Sehingga hidup tersebut lebih baik diakhiri. Ada banyak contoh yang dapat kita sebut dari kondisi di sekeliling kita. Sebut saja Arman, seorang pria yang pekerja keras. Ia mempunyai seorang kekasih yang betul-betul ia cintai. Ibarat pepatah katakan : “Tanpa engkau hidupku tiada berarti.” Itulah yang dialami oleh Arman. Ketika ia mengetahui kekasihnya ternyata kawin lari dengan seorang pria. Dalam kondisi tersebut, Arman merasa hidupnya habis, tidak mempunyai harapan. Ia seperti ditipu mentah-mentah oleh seseorang yang telah dicintainya dengan mendalam. Akhirnya ia terbujuk oleh rayuan setan. Ia mengakhiri hidupnya dengan menenggak racun.

Kita tidak bisa menafikan dan menutup mata bahwa di sekitar kita banyak orang mengalami kegagalan yang cukup membuat diri orang tersebut menderita. Dan penderitaan yang dialaminya itu jika tidak dibentengi dengan iman yang kuat, serta dukungan dari orang-orang sekitarnya akan membuat orang dapat dengan mudah terjebak oleh rayuan setan. Terjebak untuk berbuat yang dilarang agama. Dan berdasarkan data Polda Metro Jaya yang dilansir dari detiknews.com (21/2,’11) menyebutkan dari tahun ke tahun angka bunuh diri di Jakarat semakin meningkat. Dalam tahun 2009 angka bunuh diri mencapai 165 kasus. Pada tahun 2010 kasus itu meningkat menjadi 176 kasus. Berarti setiap dua hari sekali ada 1 orang yang bunuh diri dan setiap bulannya ada 12 s/d 14 orang yang bunuh diri di Jakarta.

Dengan data yang di atas, bukan berarti bahwa setiap orang yang mengalami kegagalan besar akan masuk dalam bujuk rayu si iblis untuk bunuh diri. Belum tentu!! Jika imannya cukup kuat, stabil, dan mendapat dukungan dari orang-orang terdekat serta sekitar, maka orang itu hanya perlu waktu untuk memulihkannya. Tapi dengan catatan, kegagalan itu harus diungkapkan, dibukakan kepada orang-orang yang disekitarnya yang dipercayainya. Namun, jika orang tersebut imannya masih kurang stabil, dan orang itu tidak mendapat dukungan yang kuat dari sekitarnya, ia akan masuk dalam kondisi depresi.

ernyata tumbuhnya kasus bunuh diri atau depresi di Indonesia menurut sebagian ahli karena dipicu oleh parahnya kondisi yang ada di sekitar mereka. Antara lain, semakin beratnya tuntutan hidup di kota-kota besar seperti Jakarta. Dan semakin tingginya tingkat persaingan yang terjadi antara satu individu dengan individu lainnya. Sehingga setiap individu sudah sangat sibuk untuk diri sendiri dan tidak mempunyai waktu lagi buat orang lain. Bahkan seperti menjadi kelaziman tersendiri jika orangtua pun tidak lagi mempunyai banyak waktu buat anak-anaknya. Padahal, dalam melepaskan diri dari kegagalan yang besar bukanlah suatu usaha yang mudah. Selain iman, dibutuhkan juga kemauan orang tersebut untuk melepaskan diri dari berbagai hal yang menyiksa jiwa, hati dan pikirannya. Kemudian membutuhkan dukungan dari orang-orang sekitarnya.

Kondisi bangsa dan negara kita saat ini semakin membuat tekanan-tekanan hidup begitu besar yang membuat kegagalan besar lebih berpeluang terjadi pada setiap orang. Dan kondisi-kondisi itu juga mengurangi kemampuan orang untuk membangun perhatian, kepedulian, sentuhan, empati dan simpati. Bisa saja karena tidak punya cukup waktu, tidak punya kemampuan untuk melakukannya. Sehingga boleh dikatakan kalau sekarang ini hubungan relasi antar orang ke orang yang lain semakin miskin. Padahal salah satu aspek yang diperlukan untuk pemulihan seseorang dari kegagalan besarnya adalah dukungan dari orang-orang sekitarnya.

Jika pemulihan seseorang dari kegagalannya membutuhkan dukungan dari orang-orang sekitar, maukah kita menjadi saudara bagi orang lain? Apakah kita mau memberikan diri bagi orang yang membutuhkan? Mungkin mereka butuh untuk didengar, disapa, sehingga mereka dapat merasa dikuatkan, dan akhirnya pulih dari dampak kegagalan besar yang mereka alami. Mari kita hadir bagi orang lain yang di sekitar kita. Mari kita tingkatkan kepedulian kita bagi mereka. Kehadiran kita akan berharga bagi mereka. Kehadiran itu membuat mereka juga akhirnya mau terbuka akan segala kegagalan yang membuat mereka menderita. Kehadiran yang disertai dengan simpati dan empati. Kehadiran yang berlandaskan kasih sehingga kita mampu memerlakukan, memerdulikan, mengasihi mereka seperti diri kita sendiri. Kehadiran itu dapat dilakukan dengan banyak cara, sesuai dengan konteks yang ada di sekitar kita. Dan juga sesuai dengan keahlian kita. Jika hal ini kita dapat lakukan, maka mulai sekarang kita tidak lagi menutup diri bagi orang-orang sekitar, tidak lagi menjauhi orang-orang yang tidak sepaham, seide dengan kita. Kita akan menyatu dalam membantu sesama kita.

Bagi yang sedang mengalami kegagalan dan ingin menyimpannya supaya orang lain tidak perlu tahu, harus diingat, kegagalan seperti itu akan membuat diri kita sendiri rusak. Jika kita hanya menyimpan jauh di dalam hati kita dengan harapan dapat melupakannya, ingatlah hal itupun berbahaya. Seperti yang terjadi di suatu daerah di Afrika beberapa desa di sekitar satu sungai mendapat wabah. Orang-orang di beberapa desa itu terjangkit penyakit perut dan memakan sudah memakan korban. Sebab itu, pemerintah mengundang tim dari luar negri untuk memeriksa dan mencari tahu sumber dari wabah itu. Tim memeriksa air sungai itu, ternyata memang air sungai sudah tidak layak minum karena mengandung bakteri yang dapat menimbulkan penyakit dan kematian. Tim itu lalu menyusuri sepanjang sungai itu, dengan harapan mereka bertemu dengan ‘sesuatu’ yang menjadi sumber wabah itu. Mereka awalnya menduga akan menemukan buangan limbah beracun di sepanjang aliran sungai. Tapi sampai ke hulu, mereka tidak menemukan apapun yang mencurigakan. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengutus beberapa orang menyelam ke bawah air untuk menemukan sumber bakteri itu. Ternyata para penyelam telah menemukan sumber wabah itu. Mereka melihat ada bangkai seekor banteng dengan anaknya terjepit di antara bebatuan yang menjadi tempat keluarnya mata air sungai itu. Itulah yang menjadi racun, sumber bakteri yang menimbulkan wabah dan sampai menelan korban manusia. Kegagalan yang menimbulkan kepahitan hati, kekecewaan itu jika disimpan dalam hati itu akan menjadi bangkai banteng dan anaknya yang terjepit di hati anda. Yang pasti itu akan meracuni seluruh hidup anda.  Anda mau seperti itu?