Sabtu, 16 April 2011

Akhir kekuatanku, awal kekuatan Allah (2 Korintus 12:7-10)


Berbicara tentang ayat 2 Korintus 12:9 mengingatkan saya tentang satu pengalaman yang terjadi pada saya tahun 1996. Kala itu saya masih kuliah di I-3 Batu Malang, dan saya terkena sakit usus buntu dan harus dioperasi di rumah sakit Erkased Malang. Pasca operasi satu malam saya tidak bisa tidur karena merasa sakit sekali. Belum lagi ditambah rasa haus yang diakibatkan suntikan obat bius total selama operasi. Namun saya belum bisa diberi minum. Begitulah saya terus merintih kesakitan, sampai pada keesokan paginya. Kira-kira jam 7.30 pagi, sambil merintih kesakitan, saya melihat ada seorang ibu separuh baya masuk ke dalam ruangan kami. Karena saya dirawat dibangsal, ada 8 tempat tidur dalam ruangan itu. Saya melihat ibu tersebut mendekati satu persatu ranjang dalam ruangan kami. Sampai akhirnya dia sampai ke ranjang saya. Lalu saya mendengar suara lembutnya menyapa saya. Ia bertanya, mengapa saya merintih kesakitan. Saya menjelaskan kepadanya.

        Lalu dia bertanya kepada saya, apakah saya mau didoakan? Tentu, jawab saya. Tetapi sebelum dia berdoa, dia mengucapkan kalimat yang membuat saya terdiam. Dia mengutip ayat 2 Korintus 12:9 ini, dan ibu tersebut menambahkan, Yesus telah berkorban di kayu salib, dengan seperti menunjukkan kelemahannya bagi manusia. Tetapi justru kelemahan yang ditunjukkan Allah itu melalui Yesus Kristus, membuat orang percaya ditebus dari maut. Setelah dia berlalu, saya terus merenungi kalimat-kalimat yang disampaikannya itu, terutama ayat 9. Saya bersyukur bahwa dalam kelemahan, Allah pun memperdulikan saya. Dalam kelemahan, Allah mau menolong dengan memberikan kekuatan pada saya, yang penting saya tidak mengandalkan diri saya lagi. Hal itu akan terus saya ingat dalam kehidupan ini, dalam kelemahanlah kuasa Kristus menjadi sempurna.

Poin :
  1. Ketika kita meninggikan diri kita tidak mendapatkan kekuatan Allah
Dari awal sejarah manusia, dosa yang paling paling tua adalah kesombongan. Mengapa? Karena pada saat di taman Eden, Hawa ingin memetik dan memakan buah terlarang itu karena ia ingin sama dengan Allah. Artinya, ia tidak puas dengan kondisi sebagai makhluk ciptaan. Dia inigin menyamai Pencipta-Nya. Ini adalah kesombongan. Dan di Alkitab, kesombongan adalah awal kejatuhan si iblis atau bintang timur. Sekaligus Alkitab menyatakan kesombongan adalah salah satu dosa yang dibenci oleh Allah. Karena kesombongan membuat manusia merasa tidak memerlukan Tuhan, tidak membutuhkan bantuan dan pertolongan-Nya dalam menjalankan hidup ini. Padahal manusia bukanlah makhluk super yang mampu mengatasi segala permasalahan di hidupnya. Dan jika kita sudah tidak memerlukan Tuhan, berarti kita sudah yakin akan kemampuan diri sendiri atau kemampuan pribadi lain di luar diri kita seperti orang lain, atau ilah lain. Di satu sisi, percaya kepada kemampuan sendiri adalah baik, tetapi jika kemampuan diri itu berubah menggantikan kepercayaan kepada Tuhan, itu yang salah.

Dalam kondisi yang akhir-akhir ini, kita mengetahui bahwa dunia khususnya Indonesia semakin tidak menentu. Kita mengetahui perekonomian kita yang secara mikro semakin buruk karena harga-harga yang semakin membumbung tinggi. Lihat saja, harga listrik yang naik, harga bbm yang sebentar lagi naik. Kita banyak kesulitan mendapat penghasilan yang lebih baik, sementara pengeluaran akan kebutuhan semakin meninggi. Bagi kita banyak yang kesulitan mendapat pekerjaan yang lebih baik, karena walau kita punya kemampuan, kita akan kalah dengan adanya KKN di berbagai perusahaan. Dan di banyak daerah, untuk mengadakan kebaktian rumahtangga yang mungkin diadakan sebulan sekali atau dua bulan sekali saja sudah mulai sulit dilakukan. Karena adanya tentangan dari pihak RT atau RW setempat. Dengan kondisi yang carut marut seperti itu, akan menjadi tantangan tersendiri untuk menjadi seorang Kristen seperti yang diinginkan Tuhan bagi setiap umat-Nya. Apalagi kalau harus memberitakan Injil membuat kita harus berpikir dua kali untuk menjalankannya. Hal-hal tersebut di atas dapat saja membuat kita menjadi ciut nyali, menjadi putus harapan, menjadi apatis. 

Namun, disinilah arti dari firman Tuhan yang kita baca hari ini. Kita mengetahui, Paulus juga menanggung beban yang berat ketika ia menjadi seorang rasul. Dan saya pikir, tuntutan dan beban sebagai seorang rasul pasti lebih besar dari pada kita sebagai jemaat biasa. Bukankah Alkitab mengatakan, siapa yang mempunyai talenta lebih akan dituntut lebih pula?  Melalui Alkitab pula, kita mengetahui betapa Paulus dalam mengabarkan Injil banyak sekali mendapat tantangan? Dia pernah dilempari batu, dia hampir dibunuh, dia pernah terdampar di laut, dia pernah disesah, harus menghadapi penyamun, menghadapi bahaya dari saudara-saudara palsu (band.2Korintus11:24-27).

Tetapi ketika dalam menghadapi hal-hal tersebut, Paulus terlihat tidak pernah putus asa, tidak pernah mundur, dia pantang menyerah. Apa rahasianya? Ternyata seperti yang diungkapkan dalam perikop ini adalah kemauan Paulus untuk tidak meninggikan diri. Tetapi dia lebih mau bermegah dalam kelemahannya. Ibaratnya, seperti ketika anak saya sakit. Untuk dapat sembuh, ia harus disuntik. Tetapi begitu melihat alat suntik itu, anak saya meronta dengan kerasnya sambil berteriak-teriak dan menangis dengan cukup keras. Satu sisi, perasaan saya menjadi sedih dan tidak tega melihat anak saya harus menangis, memberontak karena takut untuk disuntik. Tetapi, saya harus tetap memegang dia agar dapat disuntik. Karena dengan serum atau obat yang disuntikkan itulah, anak saya dapat segera sembuh dari sakitnya.
Paulus mungkin awalnya memberontak, menolak duri dalam daging itu, tetapi akhirnya dia sadar bahwa lewat duri dalam daging itulah, kuasa Tuhan hadir dengan nyata dalam hidupnya. Mungkin prosesnya tidak mudah, menyakitkan, tetapi hanya dengan berserah dan mengandalkan kasih karunia Tuhan saja dia dapat kekuatan untuk menanggung segala derita itu, berbagai-bagai tekanan dalam dirinya.

  1. Ketika mencukupkan diri dengan kasih karunia Tuhan maka Allah akan memberi kekuatan-Nya
      Kata cukup dalam ayat 9 ini mengingatkan kita untuk beberapa kata cukup yang sering dipakai oleh Alkitab. Misalnya : dalam doa Bapa kami, dalam Fil.4:11 : “belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan,” Ibr.13:5 : “cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu.” Kata cukup dalam ayat 9 mempunyai beberapa pengertian seperti merasa puas dan cukupkanlah. Mengapa Paulus dapat merasa puas atau tercukupkan akan kasih karunia Allah padanya padahal sementara itu ia mempunyai beban tersendiri berupa duri dalam daging?

Menurut seorang penafsir, Paulus menunjukkan kepasrahan mutlak kepada Allah yang membuat dia sangat merendahkan diri di hadapan Tuhan. Karena pengertian kasih dalam ayat ini (ay.9) adalah kasih karunia Kristus memiliki kekuatan yang tidak pernah pudar. Kekuatan kasih Tuhan ini terjadi terus menerus dan membuat manusia itu akan menuju kepada kesempurnaan. Sehingga kasih karunia Allah itu menunjukkan kehadiran, kemurahan, dan kuasa Allah. Itu merupakan suatu daya, suatu kekuatan sorgawi yang dikaruniakan kepada mereka yang berseru kepada Allah. Kasih karunia ini akan berdiam dalam diri orang percaya yang setia, yang mengalami kelemahan dan kesukaran demi Injil. 

Bagaimana dengan kita? Kita tahu, untuk menjadi orang percaya bukan sesuatu yang mudah untuk kita jalankan. Jika kita ingin menjalankan iman kita, kita mungkin dihina, dihindari, dicemooh. Bahkan oleh keluarga sendiri. Atau bahkan kita menjadi gamang di tengah pekerjaan, karena di perusahaan tempat kita kerja, disana banyak orang yang melakukan penipuan. 

Ada satu kesaksian seorang hamba Tuhan dari Taiwan ketika ia baru menerima Yesus Kristus. “Saya teringat ketika Tuhan membiarkan saya melewati beberapa pencobaan di saat saya pertama kali mempercayai Dia. Orang tua saya dan seluruh keluarga saya sangat menentang keyakinan saya karena saya adalah orang pertama di tengah keluarga saya yang menjadi orang yang percaya kepada Yesus. Setiap kali saya makan di rumah, saya berdoa mengucap syukur kepada Allah karena telah memberi saya makan. Setiap kali saya berdoa, ipar saya akan mengeluarkan komentar yang kasar untuk mengejek saya. Dia memberitahu saya bahwa makanan itu tidak jatuh dari langit, makanan itu dibeli dengan uang yang diperoleh dengan susah payah. Sekalipun reaksinya itu menimbulkan tekanan yang besar bagi saya, saya tetap bertahan mengucapkan syukur sebelum makan.” 

Tiap-tiap orang memiliki pergumulan yang berbeda-beda. Namun sebagai orang Kristen, kita dituntut harus bekerja dengan jujur. Kita dituntut harus menjadi orang Kristen yang taat, kita dituntut untuk selalu mengucap syukur dalam segala hal. Namun, dari sekian banyak orang Kristen yang menjalankan hal-hal tersebut di atas, tetap ada saja hal-hal yang menyakitkan, membuat derita harus dialami oleh orang-orangKristen yang taat itu. Seperti penyakit yang cukup serius, kesusahan selalu datang, kebahagiaan yang rasanya sukar untuk peroleh. Selalu mendapat tekanan dari berbagai pihak karena imannya, dan lain sebagainya. 

Disinilah kuncinya bagi kita yaitu mencukupkan diri akan kasih karunia Allah yang berarti kita merendahkan diri di hadapan Allah. inilah yang disebut dengan anugerah kecukupan. Kita adalah manusia terbatas, yang berdosa, sehingga kita sulit untuk dapat hidup sesuai dengan standar Allah. Lewat kelemahan, lewat ketidak mampuan kita, lewat ujian dan pencobaan, kita harus melihat bahwa kita harus meletakkan diri kita di tangan Allah. kita harus meminta anugerah kecukupan itu kepada-Nya. Sehingga dalam hidup akan muncul ketergantungan mutlak pada Tuhan. Jangan sampai kelemahan, ujian iman dapat membuat kita jauh dari hadapan Tuhan. Kita tidak boleh kalah akan hal itu. 

Ilustrasi anugerah kecukupan :
Fanny J Crosby seorang yang buta karena pada umur 6 minggu dia diberi salah obat infeksi mata. Dia menjadi orang yang bertumbuh buta dan sempat mengalami keputusasaan terhadap dirinya sendiri. Sampai umur 8 tahun ia mencoba bangkit dari keputusasaannya dengan menulis sebuah puisi :

Oh, betapa jiwaku berbahagia! Meskipun aku tak dapat melihat, 
Aku puas berada di dunia ini. Begitu banyak berkat kurasakan 
yang banyak orang tidak merasakannya. Menangis dan berkeluh kesah karena aku buta, tak mampu kulakukan--dan tidak akan pernah!
Bukannya menangis dan berkeluh, Fanny mempersembahkan kebutaannya kepada Allah. Berdasarkan pengalaman hidup yang kaya sebagai orang Kristen, ia menulis banyak pujian bagi Tuhan. Dalam lagu yang menceritakan pengalaman hidupnya, "Blessed Assurance," terkesan seolah ia lupa bahwa ia buta. Bagian dari syair yang mengatakan "Pandangan yang amat mempesona terpampang di hadapan saya" atau "Berjaga dan tunggulah, pandanglah ke atas" menggambarkan apa yang ia sebut sebagai "kemuliaan Allah yang sudah dapat dirasakan pada saat ini."

  1. Ketika kita semakin rela menderita bersama Kristus maka kekuatan Allah akan hadir dalam diri kita
Kerelaan untuk menderita bersama Kristus juga terdapat dalam Yakobus 1:12 yang mengatakan : “Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan.” Ayat ini secara sekilas seakan-akan memperlihatkan seseorang yang aneh, tidak biasa, atau dapat dikatakan gila. Bagaimana orang biasa dapat mengatakan senang dan rela dalam kelemahan. Apakah dia seorang yang masokhist (menyenangi siksaan). Tentunya disini kita tidak boleh salah perkiraan. Karena Alkitab pasti tidak akan mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan kasih Allah. Karena Allah tidak akan setuju bila seseorang menyukai tindak kekerasan dan siksaan pada dirinya. Karena menurut psikologi manusia, masokhist itu adalah sakit jiwa atau kelainan jiwa.

 Namun, rela menderita bersama Kristus adalah satu tuntutan yang diberikan kepada setiap orang percaya? Mengapa? Karena Kristus adalah Sosok yang ditolak dunia, dan siapa pun yang mengikuti Dia pasti mendapat penolakan dari dunia juga (banding Yohanes 15:18-21). Sehingga apapun yang kita kerjakan di dalam Dia akan menimbulkan dampak kebencian dari dunia kepada kita. Di sinilah yang disebut Petrus dalam 1 Petrus 4:14 : “Berbahagialah kamu jika kamu dinista karena nama Kristus....” 

Misalnya saja, saya teringat tentang cerita seorang teman yang mengatakan, jika ia berkumpul dengan teman-teman bisnisnya, ia suka menjadi bahan tertawaan. Sebagai pebisnis, teman saya suka bertemu dengan teman-teman yang satu bidang dengan dia. Namun, di akhir pertemuan mereka, teman saya suka diajak untuk ikut memanggil cewek-cewek untuk menemani mereka sambil minum-minum. Teman saya tentu saja menolak ajakan mereka dengan mengatakan dia harus taat kepada ajaran Firman Tuhan. Karena selalu menolak begitu, ia sering menjadi bahan tertawaan atau lelucon. Teman saya memang merasa hal itu menjadi satu beban tersendiri. Dia sebenarnya tidak mau lagi bertemu dengan teman-teman yang mengolok imannya, tapi dia mengaku, satu sisi, mau tidak mau, teman saya itu harus bertemu mereka demi bisnisnya.  

Kerelaan di sini tentunya menuntut kesiapan dari diri setiap orang percaya. Kesiapan yang berdasarkan cinta kasih Tuhan kepada setiap kita. Cinta kasih  yang sudah ditunjukkannya melalui karya salib dengan mengorbankan nyawanya kepada setiap orang percaya agar tidak hilang dalam dosa. Kesiapan itu salah satunya dengan menyadari hal yang akan dilewatinya bukanlah hal yang mudah, hal yang sepele. Namun, hal yang berat dan bahkan dapat menyiksa dirinya secara fisik atau pikiran, atau batin. Dengan kondisi yang seperti itu, maka orang percaya harus semakin mendekatkan dirinya pada Tuhan. Karena hanya pada Tuhanlah ada pertolongan, ada kekuatan yang dapat memampukan kita melewati berbagai macam tantangan, berbagai macam penderitaan itu.  

Pada saat kita merelakan diri menderita dalam Yesus, maka penggenapan nubuatan tentang  penyertaan Tuhan kepada orang percaya sepanjang zaman akan terjadi (Mat.28:20). Penyertaan Tuhan di sini merupakan kehadiran Allah yaitu Roh Kudus yang akan memberikan kekuatan dan penghiburan kepada setiap orang percaya yang rela menderita. Dan justru kekuatan tersebut akan semakin menguat dalam hidup kita seiring dengan bertambahnya kerelaan dalam hidup kita untuk menderita bersama Yesus. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar