Rabu, 20 April 2011

Disiplin Bagi Anggota Gereja (I Korintus 5:1-13)


Disiplin Gereja mungkin adalah salah satu istilah dalam kekristenan yang jarang sekali didengar dan dibahas di dalam mimbar kebaktian umum di gereja. Salah satu buktinya adalah banyak yang tidak mengetahui entah itu pihak majelis, ataupun penatalayan jika ada seorang jemaat yang melakukan kesalahan, maka disiplin dari gerejanya seperti apa. Mengapa terjadi demikian? Alasannya banyak, tetapi dapat kita sebutkan beberapa di antaranya. Misalnya, mungkin saja tentang disiplin gereja yang terkait dengan hukuman gereja adalah hal yang sensitif karena berhubungan dengan kesalahan atau dosa yang dilakukan jemaat sebagai orang percaya. Atau juga, kebanyakan menganggap gereja seharusnya penuh dengan kasih, sehingga jika diadakan disiplin atau hukuman gereja, menjadi suatu hal yang bertentangan dengan kasih Kristus. Apalagi dilihat disiplin atau hukuman itu dari perspektif menghakimi. Dengan demikian, jika ada seseorang yang melakukan kesalahan dan hendak didisiplin oleh gereja, maka sebagian menganggap pelaksana disiplin itu juga orang yang berdosa. Maka apakah orang berdosa boleh menghukum, mendisiplin orang berdosa lainnya?  Maka seharusnya disiplin itu tidak boleh diadakan. Ada juga yang menganggap jika disiplin itu dijalankan akan berdampak buruk kepada perkembangan gereja yaitu dengan keluarnya orang yang didisiplinkan tersebut beserta dengan keluarganya.
 
Tak ayal, dengan konsep pemikiran seperti itu, banyak gereja yang sudah tidak lagi melaksanakan disiplin gereja dengan teguh. Gereja tidak lagi tajam dalam mengawasi, menegus dan membimbing anggota gereja yang berdosa untuk kembali bertobat dan kembali pada Tuhan. Mungkin saja, masih banyak gereja yang berusaha sebaik mungkin untuk melaksanakan firman Tuhan, menyampaikan firman Tuhan dengan baik, membuat program-program  yang menunjukkan kasih Tuhan dan mempermuliakan Tuhan. Tapi, sebenarnya jika gereja tidak melaksanakan disiplin gereja, maka gereja itu akan menjadi gereja yang lama kelamaan kompromi dengan dosa-dosa. Menurut John Calvin—di dalam bukunya yang berjudul: Institutes of the Christian Religion—selain gereja memiliki kuasa untuk pengajaran dan membuat peraturan, gereja juga memiliki kuasa untuk menjalankan disiplin (peradilan/jurisdiction).  

Sebenarnya, kata disiplin itu terdapat dalam Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru. Dalam PL, kata disiplin berasal dari kata musar yang berarti hukuman, koreksi, disiplin dan pengajaran. Sedangkan dalam PB, kata disiplin berasal dari kata “paideia” yang berarti latihan, pengajaran dan disiplin. Kata musar dapat dilihat dari Hosea 7:12 ; 10:10  yang menggambarkan karena bangsa Israel melawan Allah, maka Allah mendisiplinkan umat-Nya dengan menjatuhkan hukuman agar bangsa itu kembali kepada Allah. Sedangkan dalam PB, dapat dilihat dalam Ibr.12:5, 7-9, 11 yang semuanya mengajarkan bahwa pengajaran yang efektif didalamnya harus ada unsur disiplin dan koreksi. Kita diperhadapkan kenyataan bahwa disiplin Bapa di sorga dapat dibandingkan dengan didikan seorang ayah kepada anaknya agar anaknya tetap pada jalurnya. Terlebih lagi Allah sebagai Bapa, akan mampu memberi disiplin yang tepat kepada anak-anaknya yang selalu ingin melenceng dari kehendak Bapa. Tentunya disiplin yang diterima seseorang karena perbuatannya dapat melalui perkataan, peringatan atau teguran (2 Timotius 2:25) atau melalui penderitaan, bencana (I Korintus 5:5). 

Poin-poin: 

1.     Disiplin gereja merupakan tindakan yang alkitabiah
Walau bagi sebagian orang, disiplin gereja menjadi hal yang berat untuk dilakukan, jika mereka mempunyai beberapa alasan seperti diterangkan di atas, maka sebenarnya, disiplin itu merupakan bagian penting dari aturan gereja. Seperti yang kita perhatikan dalam perikop ini, Paulus dengan tegas mengatakan bahwa perlu diadakan suatu hukuman atas orang yang telah bersalah terhadap firman Tuhan  (ay.3). Bahkan ia menyarankan agar orang yang bersalah terhadap firman Tuhan itu harus diserahkan kepada iblis (ay.5) serta kalau memang diperlukan dapat melakukan pengusiran terhadap pelaku kejahatan (ay.13). Apakah Paulus mempunyai dasar untuk melakukan hal-hal seperti yang disebutkan dalam firman ini? 

Sebagaimana yang telah disebutkan di awal, bahwa pendisiplinan merupakan tindakan Tuhan kepada umat-Nya. Dan, Tuhan Yesus sendiri memberikan otoritas kepada gereja-Nya dalam Matius 18:15-18, untuk mengambil tindakan disiplin sesuai dengan kebutuhan yang ada. Demikian juga, Yohanes 20:23 memperkuat otoritas gereja dalam pelaksanaan disiplin tersebut. Ayat tersebut berkata : “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya akan diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.” Selain itu, Paulus juga melakukannya karena melihat disiplin tersebut menjadi suatu yang penting bagi kesehatan gereja.

Dengan melihat rekam jejak dari kehidupan Paulus, dia adalah seorang rasul yang diangkat oleh Tuhan Yesus. Dan Paulus sering mengatakan kalau dia belajar dari Tuhan Yesus sendiri. Sehingga, disiplin yang dianjurkan oleh Paulus kepada gereja Korintus bukanlah berdasarkan emosinya belaka. Tetapi ia pasti tahu, Tuhan sewaktu berinkarnasi di dunia juga menghendaki adanya disiplin terhadap orang percaya. Dari apa yang terjadi pada diri Paulus sebagai rasul dan perintah Tuhan yang dapat kita baca dari Alkitab ini, disiplin gereja bukanlah sesuatu yang tidak berdasar. Melainkan suatu tindakan yang berdasar kehendak Tuhan bagi setiap gereja Tuhan. Jadi disiplin gereja harus benar-benar dilaksanakan oleh setiap gereja yang mendasarkan dirinya atas Alkitab. Disiplin gereja bukan sekedar pilihan untuk dilakukan. Namun, merupakan mandat Tuhan bagi gereja-Nya.

Melalui pengertian ini, maka semua pemikiran, perasaan yang sering terdapat dalam gereja yang berusaha menyimpulkan kalau disiplin gereja itu kurang perlu dan tidak patut dilakukan dalam konteks kasih Kristus adalah salah.   Justru kalau ada gereja yang tidak mau melakukan disiplin bagi anggota gerejanya berarti menghambat pertumbuhan kerohanian bagi seluruh jemaatnya. Dan akibatnya, gereja itu tidak bertumbuh. Sebab disiplin sebagai mandat Tuhan, maka setiap gereja harus melakukannya. Tidak bisa tidak! Selain itu, Tuhan selalu menunjukkan kasih-Nya itu selalu berdampingan dengan murka, hukuman atau disiplin Tuhan. Ibarat koin dengan dua sisi yang tidak dapat terpisah, kasih Allah selalu berdampingan dengan disiplin dari Tuhan. Tuhan yang penuh dengan kasih, Ia tidak ingin jangan ada manusia  yang binasa, tetapi semua orang berbalik dan bertobat (2 Petrus 3:9). Namun, Ia juga tidak ingin diri-Nya dipermainkan oleh manusia (Galatia 6:7). 

2.     Disiplin gereja mencegah dosa menjangkiti seluruh jemaat
Dalam ay.6-8 Paulus menuliskan tentang ragi. Alkitab menyatakan bahwa ragi merupakan lambang dari dosa. Sedangkan adonan roti merupakan jemaat baik secara pribadi maupun keseluruhan. Paulus tidak menghendaki terjadinya perusakan (pengkhamiran) adonan roti oleh ragi, walaupun raginya hanya sedikit.  Sebagai orang percaya kepada Kristus (orang yang sudah dimurnikan dan dibenarkan yang dilambangkan sebagai roti yang tidak beragi), maka kuasa kemenangan atas dosa yang telah dilakukan Tuhan Yesus atas maut harus berlaku juga bagi setiap orang percaya. Memang, manusia masih hidup dalam daging yang berdosa. Namun, kuasa kemenangan yang telah kita peroleh dari Tuhan Yesus dapat kita wujudkan dalam hidup kita. 

Sebab itu, Paulus menganalogikannya dengan kalimat : “ragi yang ada itu harus dibuang sesegera mungkin sebelum merusak keseluruhan adonan roti.”  Inilah yang menjadi tugas bagi setiap orang percaya. Sebab, kita tahu karya Tuhan Yesus di kayu salib adalah untuk menyelamatkan orang percaya dari hukuman maut. Supaya sebagai mempelai Kristus, gereja dapat menjaga dirinya dari segala hal yang mencemarkan. Sehingga ketika mempelai pria datang yaitu Kristus, gereja tetap dalam kemurniannya (Efesus 5:25-27). Dengan demikian akan terjadi pembedaan antara orang percaya dengan orang dunia (ay.1). Untuk itu, Paulus menyarankan agar orang percaya jangan sampai bergaul akrab kepada orang-orang berdosa secara terang-terangan yang ada di dalam gereja (ay.11). Hal itu sesuai dengan tulisan Paulus dalam I Korintus 15:33 : “Pergauluan yang buruk merusak kebiasaan yang baik.”

Maka, salah satu cara agar pergaulan antara orang-orang pelaku dosa itu (disebutkan dalam ayat 11 sebagai orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu) dengan jemaat lainnya yang hidup dalam ketaatan kepada firman Tuhan adalah dengan cara mengadakan disiplin bagi mereka. Disiplin gereja yang disarankan Paulus kepada orang yang sudah bersalah terhadap firman Tuhan adalah dengan cara menyerahkan diri orang tersebut kepada iblis sehingga tubuhnya binasa, namun rohnya dapat diselamatkan di hari Tuhan (ay.5). Kalimat ini sangat keras dan dapat disalah mengerti. 

Supaya tidak salah mengerti, maka kita harus melihat dari ayat 1. Ayat itu dibuka dengan kalimat :”Memang orang mendengar...” Dalam bahasa Inggrisnya ditulis dengan kalimat : “It is reported commonly.” Kalimat ini mempunyai bentuk present tense yang mengindikasikan kalau perbuatan cabul (hidup dengan istri ayahnya) merupakan tindakan yang terus menerus dan sudah menjadi rahasia umum. Bahkan orang tersebut disebut sebagai sombong (ay.2). Berarti orang tersebut bersikap bangga dengan percabulannya tersebut.  Untuk itu, Paulus melihat orang cabul tersebut tidak pantas lagi untuk berada di tengah-tengah jemaat Kristus.  

Hukuman atau disiplin yang dianjurkan Paulus adalah dengan cara mengeluarkan orang berdosa tersebut dari jemaat. Sikap ini diperkuat dengan kalimat Paulus dalam ayat13 yaitu : “Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu.” Pengusiran ini berarti orang tersebut tidak lagi mendapat tempat untuk menerima pelayanan gereja secara umum, tidak menikmati persekutuan dengan saudara seiman. Berarti orang tersebut masuk kembali ke dunia (dunia adalah dibawah kuasa iblis). Sehingga orang tersebut terpisah dari gereja yang menjadi alat Tuhan untuk memberi dan menyatakan kasih karunia. Menurut seorang penafsir, jika orang sudah dikeluarkan dari persekutuan orang percaya, pada zaman rasul tersebut masih berlaku hukuman fisik yang menimpa orang tersebut. Dapat saja berupa sakit fisik yang parah (dapat dimengerti jika selalu melakukan perbuatan cabul maka akan dapat penyakit kelamin yang pada saat itu dapat mematikan). Dan diharapkan, ketika penyakit berat itu datang membuat orang tersebut mengalami kesedihan rohani dan menggiringnya kepada pertobatan. Seperti yang pernah terjadi, salah satu pesohor di Indonesia, sebelum dia jatuh sakit karena AIDS, hidupnya sebagai homoseksual (salah satu dosa yang dikutuk oleh Alkitab). Setelah ia dinyatakan terkena sakit yang mematikan itu, akhirnya ia sadar untuk bertobat datang kepada Tuhan.  Sehingga fisiknya boleh binasa, tetapi rohnya atau jiwanya dapat diselamatkan karena pertobatan.

Dosa sedemikian berisikonya bagi setiap manusia sehingga dosa itu dapat digambarkan bersifat seperti kanker yang merambat dan semakin membesar. Jika ada peluang dan kesempatan perkembangan dosa akan menjadi cepat dan membesar. Dengan mengeluarkan orang-orang yang berdosa tersebut, Paulus melihat  jemaat Korintus yang masih cinta Tuhan dapat terhindar dari pengkhamiran dari ragi tersebut. 

Ilustrasi : saya pernah lihat di televisi acara National Geographic tentang seorang pria di India. Pria ini sedang pulang dari ladang menuju rumahnya melalui sebuah jalan setapak. Di jalan, dia bertemu dengan seekor ular king kobra yang cukup besar. Ular ini sangat berbisa. Ketika pria ini hendak mengusir ular itu supaya dia dapat melewati jalan itu, tiba-tiba ular itu menyambar dan sempat menggigit cuping hidungnya. Di tengah keterkejutan dan rasa sakit yang dideritanya, pria itu sadar ia harus mengambil keputusan yang segera. Untuk berlari ke rumah dan mencari pertolongan di rumah sakit terdekat, akan menjadi terlambat bagi dia. Sebab itu, dia ambil pisau yang dibawanya, dan langsung memotong hidungnya. Dalam acara tersebut disebutkan, bahwa kehilangan sebagian dari hidungnya justru akan menyelamatkan nyawanya dari kematian akibat bisa dari ular king kobra tersebut. Seperti inilah yang menggambarkan betapa bahayanya dosa jika tidak sesegera mungkin ditanggalkan dalam hidup manusia, diusir dari kehidupan jemaat Tuhan. 

3.     Disiplin gereja sebagai alat untuk menegur dan menyadarkan seseorang akan dosanya
Dari  perikop ini terlihat bahwa disiplin juga dapat sebagai alat untuk menegur seseorang serta menyadarkan dirinya akan kesalahan yang telah diperbuatnya. Karena sering manusia jika sudah berbuat dosa lebih mau menyembunyikan sejauh mungkin dari orang-orang sekitarnya. Caranya bermacam-macam. Misalnya  seorang koruptor, dia pasti tidak ingin diketahui dari mana asal duit atau harta yang melimpah miliknya. Secara umum, koruptor ingin mencuci uangnya agar kelihatan uang atau harta yang dikorupsinya itu bukan diperoleh dengan cara yang ilegal. Maka biasanya para koruptor banyak membuat berbagai perusahaan dan menjalannya sedemikian rupa. Sehingga orang tidak menyangka kalau harta yang diperolehnya bukanlah hasil ilegal, tetapi dari hasil usaha yang benar. Demikian juga di dalam gereja, orang tersebut ingin menyembunyikan tindakan ilegalnya. Dan biasanya orang-orang seperti koruptor akan memberikan sumbangan yang jumlahnya cukup banyak atau dengan intensitas yang sering. 

Dosa jika tidak diingatkan, pelakunya di tegur akan dosanya, maka ia akan tetap tinggal dalam dosanya. Justru dosa itu akan semakin mencengkram manusia. Tuhan Yesus mengatakan dengan tegas dalam Lukas 17:3 agar kita menegor saudara yang berbuat dosa. Penegoran merupakan hal yang wajib untuk dilakukan oleh setiap orang percaya kepada orang percaya lainnya. Demikian juga, setiap orang percaya haruslah mau menerima teguran. Karena teguran merupakan bukti kasih dari orang percaya kepada orang percaya lainnya. Teguran itu harus keluar dari hati yang tidak ingin melihat saudaranya menjadi celaka akibat dosa. 

Dalam teguran tersebut seperti yang diungkapkan Tuhan Yesus dalam dalam Matius 18:15-18 haruslah mengarahkan orang tersebut kepada satu kesadaran untuk bertobat. Dalam ayat-ayat Matius tersebut, ada tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menegur orang yang bersalah. Ada teguran empat mata. Hal ini dilakukan agar orang yang ditegur dapat terjaga privasinya. Tapi kalau masih tetap bersikeras untuk melakukan dosanya atau tidak mau mengakuinya, maka perlu dipanggil beberapa orang saksi yang harus dipilih dari orang-orang yang berintegritas dan mempunyai sikap takut kepada Tuhan. Dalam teguran tahap kedua inipun, masih berusaha agar orang yang ditegur itu tetap terjaga privasinya (tidak dipermalukan). Sebab itu, orang yang ikut menjadi saksi haruslah orang yang tidak bocor mulut. 

Teguran tahap ketiga adalah teguran lanjutan jika orang yang ditegur tidak mau menerimanya. Sehingga hal itu diberitahukan kepada jemaat. Dalam konteks jemaat, dengan berbagai latar belakang dan talenta, diharapkan jemaat dapat memberi teguran dengan dengan berbagai variasi sesuai dengan talenta tiap jemaat. Dan ini merupakan disiplin yang sudah mengesampingkan privasi dari orang yang ditegur. Diharapkan apabila orang banyak yang memberi teguran akan membuat kesadaran akan dosa dan mau kembali bertobat. Kalau secara kemasyarakatan, berarti sama dengan memberi hukuman sosial. Hal ini sebenarnya cukup berat. Tetapi jika itupun tidak berhasil, maka Tuhan Yesus mengajarkan agar orang tersebut dianggap sebagai orang yang tidak mengenal Allah atau disamakan dengan pemungut cukai. Kondisi ini menggambarkan bahwa orang tersebut akan dikeluarkan dari tengah-tengah jemaat. Karena tidak mungkin untuk seorang yang tidak mengenal Tuhan dapat masuk ke dalam lingkup orang yang percaya kepada Tuhan. Ini sama dengan melakukan eks komunikasi di gereja-gereja masa kini. 

 Namun kita jangan sampai terjebak bahwa sikap untuk menganggap orang yang didisiplin dengan mengeluarkan orang tersebut dari tengah-tengah jemaat bahwa itu adalah akhir dari segalanya. Tuhan Yesus pernah berkata bahwa Ia datang untuk menyelamatkan orang yang berdosa. Maka ayat itu  harus dimengerti sebagai tugas bagi orang percaya lainnya terutama untuk hamba-hamba Tuhan serta aktivis lainnya untuk mengadakan pendekatan dan  terus mewartakan kabar baik itu (Injil). 

4.     Disiplin gereja dilaksanakan agar nama Tuhan tidak dipermalukan
Dalam perikop I Korintus ini, beberapa kali Paulus menyebutkan pelaksanaan disiplin bagi anggota gereja itu berdasarkan nama Tuhan Yesus (ay.4,5,7). Pemakaian nama Tuhan Yesus menunjukkan dua hal yaitu : pelaksanaan disiplin itu bersumber dari mandat Tuhan sendiri. Kedua, pelaksanaan disiplin itu agar nama Tuhan tidak dipermalukan, dilecehkan. Dengan demikian, pelaksanaan disiplin itu berkaitan dengan mengajar kepada orang percaya untuk mempunyai kesadaran untuk memiliki cara hidup yang berbeda. 

Untuk itu, Paulus perlu menekankan tentang Tuhan Yesus yang telah disembelih sebagai Domba Paskah. Ini terkait dengan Paskah yang sebentar lagi kita akan rayakan. Apa arti Paskah bagi kita? Tentunya adalah kebangkitan Yesus Kristus setelah Ia masuk ke dalam dunia orang mati. Kebangkitan ini adalah kemenangan Tuhan Yesus atas maut. Setiap orang  yang percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Juru Selamat telah menerima keselamatan secara cuma-cuma. Keselamatan itu harus kita responi sesuai dengan kehendak Tuhan. Respons tersebut adalah kita harus hidup sesuai dengan firman Tuhan. Melalui hidup yang sesuai dengan firman, berarti kita sudah menunjukkan cinta kita kepada Yesus Kristus. Kita tidak mau menghianatinya, kita harus hidup dengan cara yang berbeda dari dunia ini. Sehingga menunjukkan betapa berharganya pengorbanan Tuhan Yesus. 

Satu hal yang perlu kita ingat, apabila kita kompromi dengan berbagai kesalahan yang dilakukan oleh jemaat dari suatu gereja, menunjukkan betapa kita lebih menghargai manusia daripada menghargai Tuhan. Dan dari banyak catatan Alkitab dan sejarah, membuktikan apabila seseorang, sekelompok orang, komunitas orang percaya, atau gereja sudah lebih mengutamakan manusia daripada menghargai Tuhan, maka Roh Tuhan akan pergi dari orang, atau gereja itu. Sehingga yang tinggal adalah kehancuran secara cepat atau perlahan dari kelompok atau gereja itu. 

Mengapa menegakkan disiplin gereja berarti kita menghargai Tuhan? Karena Tuhan adalah Pribadi yang tidak ingin memiliki kedekatan dengan dosa atau kesalahan. Dia adalah Pribadi yang kudus, sebab itu, Ia ingin kita sebagai umat-Nya juga menjaga kekudusan hidup. Tetapi jika kita  membiarkan seseorang bersalah, dan malah mendiamkannya, itu sama saja dengan membiarkan dosa berkembang biak dalam hidup seseorang dan membiarkannya akan menjalar kepada jemaat yang lain. Tindakan seperti inilah yang akan membuat orang akan menghina, melecehkan Tuhan yang kita sembah. Dan hal ini tidak boleh terjadi. 

Ilustrasi : saya suka mendengar apabila ada seseorang dipersalahkan karena sikapnya yang tidak sesuai dengan norma-norma agama ataupun adat istiadat masyarakat, maka orang tersebut akan dipergunjingkan. Pergunjingan itu tidak sebatas hanya kepada dirinya, tetapi disangkut pautkan dengan orangtuanya. Biasanya orang-orang akan berkata :”Apa orangtuamu tidak pernah mengajar kamu dengan hal-hal yang baik?” Atau “Apa kamu tidak sadar tindakanmu ini mempermalukan orangtuamu?”

Sama seperti itu, sebagai orang percaya atau dengan sebutan orang Kristen, apapun yang kita perbuat, dunia akan mengkaitkan perbuatan kita itu dengan Allah Bapa di sorga. Sebab kita ini adalah anak-anak Allah (Yohanes 1:12). Karena itu, perlu kita melakukan pendisiplinan kepada setiap anggota gereja tanpa terkecuali, agar Tuhan yang kita sembah yaitu Allah Tritunggal tidak dipermalukan oleh kita..Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar