Kamis, 23 Juni 2011

Menapaki Jalan Penuh Kegagalan

Pernahkah anda mengalami kegagalan? Rasanya hampir tiap orang pernah gagal sesuai dengan versi masing-masing. Ada yang pernah gagal bercinta, gagal menjalin rumahtangga dengan baik, gagal menjadi seorang ayah atau ibu, gagal menjadi anak yang berbakti. Gagal dalam pekerjaan karena melakukan berbagai kesalahan dan lain sebagainya. 

     Saya adalah salah satu orang yang sering mengalami kegagalan. Sepertinya dalam hidup saya, kegagalan ibarat bagian yang tidak hentinya berlangsung. Jika saudara menyuruh saya menghitung dan menuliskan peristiwa-peristiwa mana yang paling banyak terjadi dalam hidup saya, apakah peristiwa tentang kegagalan atau keberhasilan? Maka rasanya peristiwa yang memuat tentang kegagalan saya jauh lebih banyak dari pada peristiwa keberhasilan. 

     Pernah suatu hari, saya mengalami kegagalan yang beruntun. Mulai dari tulisan saya dianggap jelek oleh seorang sahabat. Bayangkan saja, tulisan yang saya sudah kerjakan dalam kurun waktu tertentu, dan saya anggap sebagai magnum opus (karya besar) dari diri saya, malah dikatakan ide tulisan itu loncat-loncat. Tidak ada kesinambungan antara paragraf yang satu dengan yang berikutnya. Merupakan kritikan yang membekas cukup dalam ingatan saya. Ternyata tidak sampai di situ saja kegagalan yang akan saya terima. Ternyata, beberapa jam kemudian saya mendapat sms dari seorang teman info tentang satu keluarga yang ternyata suka menjelek-jelekkan diri saya. Ufff...saya hanya bisa menarik nafas cukup dalam. Rasanya info tentang kejelekan saya itu lebih bersifat fitnah. Karena tidak mengandung kebenaran. Kalaupun ada kebenarannya itu hanya berkisar 10%. Dari 10 keburukan yang diceritakan tentang saya, hanya satu yang benar. 

      Bahkan hanya berselang 1 jam, saya gagal menjual rumah. Memang waktu itu saya ingin menjual rumah. Dan sehari sebelum kegagalan itu datang, calon pembeli sudah menyepakati harga dan berjanji akan memberikan down payment (uang muka) keesokan harinya. Ternyata hal itu batal. Jadi sepanjang hari itu saya merasa terpukul akibat berbagai kegagalan yang beruntun tersebut. Mungkin lain rasanya jika di antara kegagalan yang datang pada hari itu, ada satu keberhasilan yang dapat menggantikan seluruh perasaan yang terpukul dan pikiran yang mumet akibat masalah itu.

      Mungkin anda bertanya, apa standar saya untuk mengatakan diri saya gagal?  Atau mungkin anda berpikir : “Betapa menyedihkan nasib orang ini karena sering mengalami kegagalan dalam hidupnya.” Pertanyaan itu langsung saya jawab dulu. Standar bagi saya kegagalan mudah saja. Yaitu ketika saya tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang saya sedang kerjakan. Atau ketika sudah mempersiapkan segala sesuatu (rasanya persiapan sudah yang terbaik) tetapi tetap saja tidak menghasilkan hasil yang maksimal. Atau ketika sudah menjalankan kehidupan yang dirasa cukup baik, tiba-tiba ada pandangan-pandangan negatif yang muncul dari orang sekeliling. Jadi standar saya untuk menentukan itu gagal atau tidak adalah achievement atau pencapaian. 

      Bagi diri saya, pencapaian adalah semacam pemenuhan cita-cita. Sehingga jika cita-cita itu gagal, maka berarti sia-sialah perjuangan yang telah dilaksanakan sebelumnya. Dan pencapaian merupakan salah satu bentuk pembuktian diri sendiri. Ketika tercapai, maka membuat satu semangat, satu kebanggaan diri bahwa diri saya berhasil, diri saya mampu. Berbagai perasaan positif yang menyeruak dalam relung batin ini seperti mengingatkan saya ketika ibu mengusap kepala saya sambil berkata dengan nada bangga : “Kamu membanggakan ibu, ibu mengasihi kamu.” Tapi dalam hal ini, saya bukanlah orang yang mengidap oedipus complex. (tentunya tulisan ini tidak membahas masalah oedipus complex tersebut).

     Kembali kepada kegagalan. Saya jadi bertanya-tanya, mengapa kegagalan itu sering menerpa saya. Ada satu bisikan kepada saya, kalau saya harus menjadikan kegagalan tersebut sebagai bahan koreksi dalam hidup ini. Berarti kalimat tersebut seakan hendak menjabarkan kepada saya, bahwa kegagalan yang sering saya hadapi lebih banyak bersumber dari ketidak cakapan saya, ketidak mampuan saya bertindak yang baik dan benar. Waduh.... Namun, ada pembisik lainnya yang mengatakan kegagalan itu adalah satu wadah buat mendidik saya lebih arif dan bijaksana. Hal itu menyiratkan betapa mahal dan menyakitkan bagi saya untuk mencapai keberhasilan itu. Tapi tak ketinggalan satu pembisik lagi yang mengingatkan kegagalan itu seharusnya membuat saya semakin bergantung pada Tuhan. Mendengar itu saya tersenyum pahit. Karena ia mengetahui keboborokan saya yaitu masih jauh dari Tuhan. Masih suka mengandalkan kemampuan diri sendiri. Masih kurang beriman. “Aduh Tuhan, ampuni hamba yang kurang percaya ini,” bisik saya dalam doa.
     
    Tak tahu harus berbuat apa dalam kondisi seperti itu, muncul niat untuk mencari panduan di berbagai tulisan bagaimana cara untuk melewati berbagai kegagalan. Dengan harapan, ada tulisan-tulisan tertentu yang dapat memberikan secercah harapan ketika saya menghadapi kegagalan ini.    

   Dari beberapa mass media yang saya baca, banyak penulis yang dapat menguraikan berbagai latar belakang yang menimbulkan atau penyebab kegagalan. Bahkan dari antara para penulis tersebut ada yang mampu untuk memilah-milah berbagai kegagalan dan menyortirnya sedemikian rupa untuk membantu orang dalam menilai kegagalan. Misalnya, kegagalan tersebut dia klasifikasikan dalam beberapa kategori. Kegagalan menurut ukuran waktu seperti kegagalan jangka panjang, menengah dan pendek. Kegagalan menurut ukuran materi seperti dalam kegagalan tersebut berapa banyak kerugian materi yang diderita. Kegagalan menurut ukuran obyektif dan subyektif. Menurut penulis tersebut, bisa saja menurut orang banyak hal  itu gagal, tapi bagi si pelaku, itu bukan kegagalan. 

     Namun, semakin banyak membaca, semakin mumet rasa di kepala. Alasannya, tulisan yang dibaca kok malah tidak membantu juga untuk memberikan sedikit ketenangan bagi jiwa yang berteriak ini. Malah semakin kencang tuduhan dalam jiwa saya. Mungkin ketika Anda membaca tulisan ini, tergerak hati untuk meringankan tangan menulis dalam komentar dari kolom yang tersedia. Siapa tahu saja, tulisan anda dapat menjadi penguat bagi saya untuk bangkit dari kegagalan demi kegagalan itu. Soalnya sayapun menjadi lelah untuk melanjutkan tulisan ini, karena kegagalan untuk berpikir jernih di kesunyian malam ini.
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar